Rasionalitas.com – Ghibah atau menggunjing merupakan perbuatan yang sangat umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam bahasa Arab, ghibah berarti membicarakan seseorang di belakangnya mengenai sesuatu yang tidak disukainya, meskipun hal tersebut benar. Dalam istilah Islam, ghibah didefinisikan sebagai menyebutkan aib atau kekurangan seseorang kepada orang lain tanpa sepengetahuan orang yang dibicarakan.
Perbuatan ini sering dianggap sepele dan bahkan menjadi bagian dari obrolan ringan di berbagai lingkungan, mulai dari pertemanan, keluarga, hingga tempat kerja. Namun, dalam pandangan agama, ghibah termasuk salah satu dosa besar yang berdampak buruk, baik bagi pelaku, korban, maupun masyarakat secara umum.
Di era digital saat ini, praktik ghibah semakin meluas melalui media sosial, grup percakapan, dan berbagai platform komunikasi online lainnya. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahaya dan dampak negatif dari ghibah, agar kita dapat menjaga diri dan lingkungan dari perbuatan yang merusak ini.
Dalil-dalil Tentang Larangan Ghibah
Islam sebagai agama yang sempurna memberikan perhatian besar terhadap akhlak dan etika dalam berinteraksi, termasuk dalam menjaga lisan. Ghibah termasuk salah satu perbuatan yang sangat dikecam dalam ajaran Islam. Beberapa dalil dari Al-Qur’an dan hadis menunjukkan betapa beratnya dosa ghibah di sisi Allah SWT.
1. Al-Qur’an
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 12:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Hujurat: 12)
Ayat ini menggambarkan ghibah dengan analogi yang sangat menjijikkan, yaitu seperti memakan daging saudara sendiri yang telah mati. Ini menunjukkan betapa tercelanya perbuatan tersebut di hadapan Allah.
2. Hadis Nabi SAW
Rasulullah SAW juga dengan tegas memperingatkan umatnya tentang bahaya ghibah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, Rasulullah bersabda:
“Tahukah kalian apa itu ghibah?”
Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Rasulullah berkata, “Engkau menyebutkan tentang saudaramu sesuatu yang ia benci.”
Seseorang bertanya, “Bagaimana jika apa yang aku katakan itu benar-benar ada pada saudaraku?”
Rasulullah menjawab, “Jika memang benar apa yang kamu katakan, maka itu adalah ghibah. Jika tidak benar, maka kamu telah memfitnah (buhtan).”
(HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa meskipun informasi yang disampaikan benar, jika disampaikan tanpa izin dan membuat orang lain tersakiti, maka itu tetap termasuk ghibah.
3. Penjelasan Ulama
Para ulama menyebutkan bahwa ghibah termasuk dosa besar yang bisa menghapus amal kebaikan. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa menjaga lisan dari ghibah adalah salah satu bentuk penyucian jiwa dan tanda orang yang bertakwa.
Dampak Negatif Ghibah
Ghibah bukan hanya berdampak pada kehidupan spiritual pelakunya, tapi juga bisa merusak hubungan sosial, menimbulkan kebencian, dan menghilangkan kepercayaan. Berikut ini adalah beberapa dampak negatif dari ghibah yang penting untuk diwaspadai:
A. Dampak terhadap Pelaku
- Hilangnya pahala kebaikan
Dalam hadis disebutkan bahwa pahala orang yang mengghibah bisa berpindah kepada orang yang digunjing. Ini berarti amal ibadahnya dapat sia-sia karena tergantikan dengan dosa. - Terbiasa berprasangka buruk
Ghibah membuat seseorang terbiasa mencari-cari kesalahan orang lain, yang akhirnya memperburuk akhlaknya dan menjauh dari sifat tawadhu dan empati. - Terbentuknya karakter negatif
Seseorang yang sering mengghibah cenderung memiliki sikap iri, dengki, dan suka membandingkan dirinya dengan orang lain. Ini akan memengaruhi kepribadiannya dalam jangka panjang.
B. Dampak terhadap Korban Ghibah
- Menyakiti hati dan mental
Korban ghibah bisa merasa sedih, terluka, atau bahkan mengalami tekanan psikologis akibat pernyataan negatif yang disebarkan tentang dirinya. - Merusak reputasi dan kepercayaan
Ghibah dapat menjatuhkan nama baik seseorang, terutama jika informasi yang disampaikan bersifat pribadi atau menyesatkan. - Menimbulkan permusuhan
Ketika seseorang mengetahui bahwa ia telah dijadikan bahan ghibah, maka bisa timbul rasa marah, benci, dan bahkan dendam yang berujung pada retaknya hubungan sosial.
C. Dampak terhadap Masyarakat
- Melemahkan ukhuwah dan persatuan
Ghibah menimbulkan ketegangan dan kecurigaan antaranggota masyarakat. Akibatnya, persatuan dan semangat kebersamaan menjadi rapuh. - Menumbuhkan budaya saling menjatuhkan
Jika ghibah menjadi hal yang lumrah, maka akan muncul budaya saling mencari kesalahan, yang bertentangan dengan nilai-nilai kasih sayang dan saling menasihati dalam kebaikan. - Turunnya moral sosial
Dalam jangka panjang, masyarakat yang dipenuhi dengan praktik ghibah akan kehilangan rasa saling menghargai dan menjadikan gosip sebagai sumber hiburan atau kekuasaan.
Ghibah di Era Digital
Perkembangan teknologi dan media sosial telah mengubah cara manusia berinteraksi. Sayangnya, perubahan ini juga membawa tantangan baru, termasuk dalam hal penyebaran ghibah. Jika dahulu ghibah hanya terjadi melalui percakapan langsung, kini ghibah bisa menyebar luas hanya dengan satu klik.
1. Bentuk Ghibah di Media Sosial
Ghibah dalam era digital dapat muncul dalam berbagai bentuk:
- Status atau caption sindiran yang mengarah ke seseorang tanpa menyebut nama secara langsung (passive aggressive).
- Menyebarkan aib atau kesalahan seseorang melalui postingan, story, atau komentar.
- Membahas keburukan orang lain di grup percakapan seperti WhatsApp, Telegram, atau forum-forum online.
Tanpa disadari, aktivitas seperti “membongkar fakta”, “curhat publik”, atau “expose perilaku seseorang” bisa masuk kategori ghibah, apalagi jika dilakukan tanpa tabayyun atau klarifikasi dari pihak yang bersangkutan.
2. Kemudahan Menyebar dan Efek Berantai
Informasi negatif sangat cepat viral di dunia maya. Sebuah unggahan yang bernada ghibah dapat dengan mudah dibagikan dan dikomentari oleh ribuan orang, menyebabkan:
- Kerusakan nama baik yang lebih luas dan cepat.
- Penyebaran kebencian atau perundungan daring (cyberbullying).
- Pembentukan opini publik yang menyesatkan terhadap seseorang.
3. Tantangan Etika Digital
Ghibah digital sering kali terjadi karena rendahnya kesadaran akan etika bermedia. Banyak pengguna internet yang merasa bebas berbicara apa saja tanpa mempertimbangkan akibatnya. Padahal, prinsip menjaga lisan dalam Islam juga berlaku untuk tulisan dan postingan digital.
4. Menjaga Lisan dan Jari di Dunia Maya
Di era digital, menjaga diri dari ghibah tidak hanya berarti menahan lisan, tetapi juga menahan jari untuk tidak asal mengetik atau membagikan sesuatu. Kita dituntut untuk lebih bijak, berpikir panjang sebelum berkomentar, dan memastikan bahwa apa yang kita bagikan tidak menyakiti atau merusak orang lain.
Cara Menghindari Ghibah
Menghindari ghibah bukanlah hal yang mudah, terutama dalam lingkungan yang menjadikannya sebagai kebiasaan. Namun, dengan kesadaran dan niat yang kuat, kita bisa melatih diri untuk menjaga lisan dan menjauhi kebiasaan buruk ini. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:
1. Introspeksi dan Mengendalikan Lisan
Langkah pertama adalah menyadari bahwa setiap kata yang keluar dari mulut kita akan dimintai pertanggungjawaban. Membiasakan diri untuk berpikir sebelum berbicara dapat membantu menghindari perbuatan ghibah.
2. Mengganti Topik Pembicaraan
Jika berada dalam sebuah obrolan yang mulai mengarah pada ghibah, cobalah untuk dengan halus mengganti topik atau mengarahkan pembicaraan ke hal yang lebih positif dan bermanfaat. Jika memungkinkan, ajak untuk berdiskusi hal-hal inspiratif atau ilmiah.
3. Menumbuhkan Rasa Empati dan Husnuzan (Berprasangka Baik)
Latih diri untuk melihat sisi baik dari orang lain dan hindari buru-buru menilai. Dengan menumbuhkan empati dan husnuzan, kita akan lebih fokus pada perbaikan diri daripada membicarakan keburukan orang lain.
4. Memperbanyak Dzikir dan Kegiatan Positif
Sibukkan diri dengan aktivitas ibadah seperti membaca Al-Qur’an, dzikir, menulis, atau belajar hal baru. Orang yang hatinya dekat dengan Allah cenderung lebih tenang dan menjaga lisannya dari pembicaraan yang tidak bermanfaat.
Ingat Konsekuensi Akhirat Menguatkan kesadaran bahwa ghibah adalah dosa yang bisa menghapus pahala dan mendatangkan siksa Allah akan membuat kita lebih berhati-hati. Selalu ingat bahwa setiap ucapan tercatat oleh malaikat, bahkan ketika kita mengira itu hanyalah “obrolan biasa”.
Bergaul dengan Lingkungan yang Positif Lingkungan sangat memengaruhi kebiasaan. Bertemanlah dengan orang-orang yang menjaga lisannya dan saling menasihati dalam kebaikan. Lingkungan yang baik akan membantu kita menjaga akhlak dan menjauh dari ghibah.
Penutup
Ghibah adalah perbuatan yang sering dianggap sepele namun memiliki konsekuensi besar, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam pandangan Islam, ghibah termasuk dosa besar yang dapat menghapus pahala kebaikan, menimbulkan kerusakan sosial, serta merusak hubungan antarindividu dan masyarakat.
Melalui pemahaman dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis, kita diajak untuk lebih berhati-hati dalam menjaga lisan dan perbuatan, termasuk dalam dunia digital. Kemajuan teknologi semestinya tidak menjadikan kita lalai dalam menjaga etika komunikasi. Justru, dengan kemudahan menyampaikan informasi saat ini, tanggung jawab moral dan spiritual kita pun semakin besar.
Menjauhi ghibah bukan hanya soal menghindari dosa, tetapi juga membentuk pribadi yang mulia dan masyarakat yang harmonis. Dengan introspeksi, menjaga lisan, dan membiasakan diri pada hal-hal positif, kita bisa menjadi bagian dari perubahan menuju lingkungan yang lebih sehat, jujur, dan penuh kasih.
Mari kita mulai dari diri sendiri untuk menahan lisan dan jari dari menyakiti orang lain, serta memperbanyak ucapan dan tindakan yang membawa manfaat dan keberkahan. Karena sesungguhnya, diam yang menjaga kehormatan lebih mulia daripada berbicara yang menyakitkan.
Leave a Comment